Tergerus
oleh sang waktu, salah satu kesenian tradisional di Bali yang biasa disebut
dengan "Gamelan Gender Wayang Bali" ini kian memudar. Masyarakat Bali
khususnya pemuda dan pemudi Bali, dewasa ini sudah mulai jarang memainkan
Gamelan Gender Wayang Bali dalam proses upacara di Bali. Salah satu hal yang
sangat mengurangi kekhasan budaya Bali ini tidak boleh dibiarkan dan harus
dikembangkan kembali agar kembali bangkit di masyarakat.
Ditinggalkan oleh generasi masa kini, pemain atau penabuh
gender kini semakin langka di Bali. Syukurnya, di Gianyar kesenian yang
membutuhkan ketekunan dan talenta seni tinggi ini terus digenjot. Menghasilkan
seniman cilik yang terus bertambah hingga membludak. Dibuktikan pada Kamis
malam, 20 April 2017 mereka tampil secara massal dengan melibatkan 150 pemain
gender anak-anak dan remaja.
Satu per satu anak-anak dan remaja putra dan putri ini
memasuki stage terbuka Balai Budaya
Gianyar. Mereka bersiap menunjukkan kemahiran memainkan gamelan gender yang
dalam beberapa tahun terakhir ini ditinggalkan generasinya. Ribuan pasang mata
penonton tak mau beralih perhatian untuk menyaksikan penampilan meraka.
Terutama para orang tua peserta yang terlihat sedikit cemas. Bahkan beberapa
orang tua meneteskan air mata menyaksikan anaknya pawai menabuh gender.
Pertunjukan ini juga membuat ribuan penonton terharu, di
tengah langkanya penabuh Gamelan Gender Wayang. Alunan indah khas tabuh Gender
Wayang ini berhasil memukau penonton, selain karena irama khas gender wayang
yang lembut juga peserta gender massal yang seluruhnya adalah anak-anak dan
remaja.
Dikutip dari
“Ensiklopedi Karawitan Bali” karya Pande Made Sukerta, Gender Wayang
merupakan sebuah tungguhan berbilah dengan terampa yang terbuat dari kayu. Sebagai
alas dari resonator berbentuk silinder dari bahan bambu atau yang lebih dikenal
dengan sebutan bumbung sebagai tempat menggantung bilah. Bentuk tungguhan dari
segi bilah gamelan Gender Wayang disebutkan berbentuk bulig yaitu bilah yang terbuat dari perunggu atau bilah kalor.
Bilah kalor adalah bilah yang permukannya menggunakan garis linggir (kalor) dan
dalam buku ini juga disebutkan bilah ini biasa digunakan pada jenis-jenis
tungguhan gangsa seperti halnya gamelan Gender Wayang. Bilah bulig adalah bentuk bilah yang digunakan
di gamelan Gender Wayang secara umum di Bali.
Ibarat
musik modern, aliran dari instrumen atau gamelan gender ini adalah jazz. Jadi,
jika ingin belajar bermain Gender, selain belajar cara menggenggam dan memukul,
juga butuh menyerap lirik lagu dengan ekstra. Karena keunikan ini, Gender kini
banyak dipelajari oleh orang-orang Asing.
Di
Bali, instrumen gender kebanyakan digunakan saat upacara Manusa Yadnya seperti potong
gigi, pawiwahan (perkawinan) dan menek kelih. Serta upacara Pitra
Yadnya (ngaben). Kesenian wayang kulit di Bali disebutkan juga diiringi dengan
menggunakan gamelan gender wayang atau Pewayangan dalam pementasan atau
pertunjukannya.
Dikutip
dalam Babad Bali, Gamelan Gender Wayang dengan instrumen pokoknya yang terdiri
dari 4 tungguh Gender berlaras slendro (lima nada). Keempat Gender ini
terdiri dari: Sepasang Gender pemade (nada agak besar) dan sepasang kantilan
(nada agak kecil). Keempat Gender, masing-masing berbilah sepuluh (dua oktaf)
yang dimainkan dengan mempergunakan 2 panggul.
Untuk
mengiringi pertunjukan wayang kulit Ramayana, wayang wong Ramayana
maupun Mahabharata (Parwa), 2 pasang Gender ini dilengkapi dengan sepasang
kendang kecil, sepasang cengceng kecil, sebuah kajar, klenang
dan instrumen-instrumen lainnya, sehingga melahirkan sebuah barungan
yang disebut gamelan Batel Gender Wayang.
Ketika
Gamelan Menjadi Diplomat Kebudayaan, dikutip dalam artikel balipost.co.id, I
Wayan Loceng (70 tahun), empu gamelan Gender Wayang asal Desa Sukawati,
Gianyar, telah memiliki ''alumni'' yang tersebar di mancanegara. Minagawa,
dedengkot grup Sekar Jepun, adalah komposer Jepang yang pernah berguru padanya.
Begitu juga I Tembres (69 tahun) maestro instrumen kendang asal Blahbatuh,
Gianyar, telah menularkan kepiawaiannya pada orang-orang asing yang datang
padanya. Michael Tenzer dan Wayne Vitale, senior grup Sekar Jaya, AS, adalah
seorang pemusi yang pernah belajar magupek alias bermain kendang
padanya.
Secara fasih, ratusan anak-anak dan remaja itu memainkan
lagu demi lagu dari perangkat gamelan Gender. Padahal, memainkan Gender
membutuhkan keahlian khusus, terlebih dibawakan secara massal. Mereka adalah
generasi pemain Gender Wayang dari seluruh pelosok Gianyar dari umur enam tahun
hngga enam belas tahun.
“Dalam pertunjukan Gender Wayang massal ini, kami harap
dapat menggugah generasi muda untuk melestarikan kesenian tradisional, yang
kini mulai ditinggalkan. Apalagi gamelan Gender yang merupakan salah satu
kesenian yang menjadi bagian dalam setiap prosesi upacara di Bali,” harap I
Ketut Buda Astra, yang membina peserta dari nol.
Diakuinya, secara umum di Bali dalam beberapa tahun
terakhir kesenian ini cenderung ditinggalkan generasi muda karena membutuhkan
ketekunan dan talenta seni tinggi. “Syukurnya minat orang tua untuk mendorong
anaknya belajar tabuh Gender meningkat tajam. Bahkan, untuk tahun ini, banyak
penabuh cilik yang tidak bisa kami tampilkan bersama karena terkendala gender
yang seirama,” teranganya.
Bupati Gianyar, A.A. Gde Agung Bharata yang menyaksikan
langsung pagelaran gender massal dan tari ini sangat mengapresiasi hasil binaan
seniman Gender di Banjar Bakbakan, Sukawati. Terlebih, wayang di banjar
setempat masih kukuh mempertahankan pakem klasik khas Bali di tengah
bermunculan wayang kontemporer belakangan ini.
“Untuk ke depannya pertunjukan gender massal ini wajib
terus digelar dengan melibatkan peserta yang lebih banyak. Kualitas serta
inovasi pertunjukan juga harus terus dibina. Bahkan kalau bisa digelar konser
khusus dengan melibatkan ratusan pemain gender dengan target masuk MURI,”
tantangnya.
Tujuan utama tabuh
massal Gamelan Gender Wayang ini adalah untuk menanamkan kecintaan terhadap
budaya Bali sejak dini di tengah arus globalisasi yang akan melanda generasi
muda Bali. Jadi, kita sebagai generasi muda Bali harus tetap mengajegkan
kesenian tradisional ini. (Dewi)
Comments
Post a Comment